TUGAS TERSTRUKTUR
MANAJEMEN KESUBURAN TANAH
DOSEN
: DANNY DWI SAPUTRA,SP.,M.Si.
Disusun oleh :
M. Sofianto 115040201111143
M. Rizki kurniawan 115040201111154
Krisna Bagus Prabowo 115040201111192
Lifatin Nur Ida L 115040201111220
Karisma Aditya Wardani 115040201111232
Kelas I
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1.
Kemasaman
tanah (pH) adalah derajat
keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan
yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma
aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif
terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan
persetujuan internasional.
2.
Berikut ini
adalah sumber-sumber kemasaman tanah:
a. Presipitasi (Hujan)
Seperti
telah dijelaskan diatas bahwa air dalam keseimbangan dengan CO2 di atmosfer
mempunyai pH ~ 5,6. pH hujan bervariasi
dari daerah satu ke daerah lainnya tergantung kepada aktivitas industri di
daerah tersebut dan banyaknya polutan yang masuk ke atmosfer. Pollutan utama di atmosfer adalah gas SO2,
NH3 dan NOx termasuk NO (nitrit oksida), NO2 (nitrogen dioksida) dan N2O
(nitrous oksida). Sumber gas NOx global termasuk juga pembakaran bahan bakar
fosil (40%), pembakaran biomass (22%), pemanasan (15%), aktivitas mikrobia
tanah (15%) dan oksidasi kimia dari NH3 (8%).
Kira-kira
50 % dari emisi gas SO2 global berasal dari anthropogenic, terutama yang
berhubungan dengan pembakaran batu bara untuk menghasilkan listrik dan emisi
industri yang lain ( seperti pabrik baja dll).
Sisa 50 % dari emisi SO2 disebabkan oleh proses alami termasuk produksi
biogenic laut (20%), aktivitas vulkano (10%), emisi dari tanah, tanaman dan
hewan (10%), angin yang mengangkut debu (6%), kawasan pantai dan sumber
biogenic lahan-lahan basah (2) dan pembakaran biomass (2%).
Emisi
gas NH3 juga bervariasi tergantung kepada kondisi daerahnya. Emisi NH3 disebabkan oleh beberapa hal antara
lain produksi peternakan yang menghasilkan kotoran ternak termasuk pupuk
kandang yang diaplikasikan ke lahan pertanian (65-75 %), 10 – 15 % dari
aplikasi pupuk dan sisanya dari sumber industri. Besarnya persentase ini terjadi di Amerika
utara dan Eropah. Di Indonesia belum ada
data yang pasti penyebab emisi gas NH3.
Gas-gas
tersebut di atas akan mengalami reaksi oksidasi dan hidrolisis (bereaksi dengan
O2 dan H2O) menghasilkan NH4+ dan H+.
Emisi gas NH3 tidak menimbulkan
kemasaman bila bergabung dengan H2O seperti reaksi di bawah ini :
NH3
+ H2O ß
à NH4+
+ OH-
Ion
basa (OH-) yang dihasilkan menetralisir asam-asam yang dihasilkan dari emisi
NOx dan SO2. Namun bila NH4+ masuk ke
dalam tanah, mikroorganisme tanah akan mengkonversinya menjadi NO3- yang menghasilkan
ion H+ melalui reaksi :
NH4+
+ 2 O2 ß
àNO3-
+ H2O + 2 H+
Sedangkan
bila SO2 masuk ke atmosfer maka reaksi asam akan dihasilkan :
SO2
+ ½ O2 + H2O ß
àSO42-
+ 2H+
b.
Bahan Organik Tanah
Ketika
mikroorganisme tanah mendekomposisi bahan organik tanah, mereka akan melepaskan
CO2 yang secara cepat bereaksi dengan H2O menghasilkan H+ dan HCO3-. Dekomposisi residu organik dan respirasi akar
meningkatkan jumlah CO2 di dalam udara
tanah 10 kali lebih besar daripada di CO2
atmosfer . Selain itu
mikroorganisme juga menghasilkan asam-asam organik melalui reaksi
C-organik
àR-COOH àR-COO- +H+
Jenis
residu yang ditambahkan mempengaruhi
jumlah asam yang dihasilkan. Sebagai
contoh residu dari hutan pinus menghasilkan lebih banyak asam di dalam tanah di
bawah hutan yang selalu berganti daun setiap tahunnya atau padang rumput. Bahan organik tanah juga mengandung gugus
karboksilat dan fenol yang bersifat sedikit asam karena melepaskan H+. Kandungan bahan organik tanah bervariasi
dengan lingkungan, vegetasi dan jenis tanah.
Sehingga kontribusinya terhadap kemasaman tanah juga bervariasi. Pada tanah gambut dan tanah mineral yang
mengandung banyak bahan organik, asam-asam organik yang dilepaskan sangat
memberikan kontribusi terhadap kemasaman tanah.
3. Dampak kemasaman tanah (sifat kimia, aktifitas
biologi, ketersediaan unsur hara, reaksi terhadap pestisida)
a. Dampak
kemasaman tanah terhadap sifat kimia tanah
Pada tanah asam (pH
rendah), tanah didominasi oleh ion Al, Fe, dan Mn. Ion-ion ini akan mengikat
unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, terutama unsur P (fosfor), K (
kalium), S (sulfur), Mg (magnesium) dan Mo (molibdenum) sehingga tanaman tidak
dapat menyerap makanan dengan baik meskipun kandungan unsur hara dalam tanahnya
banyak. Pada kondisi ini, derajat keasaman tanah bernilai <7. Selain ion-ion
Al, Fe, dan Mn mengikat unsur hara, ion-ion tersebut juga meracuni tanaman.
Pada tanah asam, kandungan unsur mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu) dan
kobalt (Co) juga tinggi sehingga meracuni tanaman. pH netral bernilai 7, pada
kondisi ini kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air sehingga tanaman dapat
dengan mudah menyerap unsur hara. Pada tanah basa dengan nilai derajat keasaman
(pH) >7 unsur P (fosfor) akan banyak terikat oleh Ca (kalsium), sementara
unsur mikro molibdenum (Mo) berada dalam jumlah banyak. Unsur Mo pada tanah
basa menyebabkan tanaman keracunan.
Pada tanah-tanah
yang “terlalu” MASAM, banyak ditemukan ion-ion Al (Almunium) didalam tanah,yang
selain sebagai pengikat P juga bisa menjadi RACUN bagi tanaman. Selain itu pada
tanah-tanah masam juga menunjukkan kandungan SULFAT yang tinggi,yang juga
merupakan RACUN bagi tanaman
b. Dampak
kemasaman tanah terhadap aktifitas biologi tanah
Pada kondisi pH masam ini sangat mempengaruhi perkembangan
mikroorganisme. Pada ph 5.5 atau lebih, bakteri berkembang dengan baik.
Sedangkan pada pH kurang dari 5.5, perkembangan bakteri terhambat.
Sedangkan cendawan / jamur berkembang baik pada segala tingkat keaasaman
tanah,namun pada ph lebih dari 5.5, cendawan/jamur harus “bersaing”
dengan bakteri. Sebagai contoh, Bakteri pengikat nitrogen, berkembang
dengan baik pada ph lebih dari 5.5.
Keasaman tanah (pH) yang
rendah adalah “wilayah kekuasaan” penyakit tular tanah yang diakibatkan
oleh cendawan/jamur ,oleh karena itu langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah dengan mengkondisikan agar pH naik sehingga tidak cocok
untuk wilayah hidupnya.
c. Dampak
kemasaman tanah terhadap ketersediaan unsur hara
d. Dampak
kemasaman tanah terhadap reaksi pestisida
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak
dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah
masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang
pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Herbisida, pestisida,
fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan
penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah,
apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam
oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi
dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana
hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.
Di bidang pertanian pengukuran pH tanah juga digunakan untuk memonitor
pengaruh praktek pengolahan pertanian terhadap efisiensi penggunaan N dan
hubungannya dengan dampak lingkungan.
4.
Tindakan Untuk
Mengatasi Kemasaman Tanah
a.
Pengapuran untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunan Al
Untuk mengatasi kendala kemasaman dan
kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kemasaman dan kejenuhan Al
yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan
untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau
netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat
diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain meningkatkan pH tanah juga
dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Terdapat hubungan yang sangat
nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan Al. Dosis kapur disesuaikan
dengan pH tanah, umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara 1-5t/ha. Kapur yang
baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus mensuplai Ca dan
Mg.
b.
Pemberian Bahan Organik
Bahan
organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting
dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi
tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi
lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai
pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi
positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam
humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci. Penyediaan
bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping).
Selain pangkasan tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini
juga dapat mengendalikan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman
Flemingia sp. dapat meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation serta
menurunkankejenuhan Al. Petani menyadari bahwa pemberian pupuk organik dapat
meningkatkan kesuburan tanah. Menurut mereka, pengaruh pupuk organik dalam
memperbaiki kesuburan tanah kurang spontan akan tetapi pengaruhnya lebih tahan
lama. Sedangkan pupuk buatan pengaruhnya spontan akan tetapi hanya tahan
beberapa minggu atau bulan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk hijau,
kotoran ternak, bagas, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman bahwa pengusahaan
tanaman semusim yang sebagian besar biomasanya tidak dikembalikan, lebih cepat
menguras zat makanan yang ada di tanah, mereka mulai belajar mengembalikan
sisa-sisa panen ke lahan.
c.
Pemberian Pupuk Phospat
Kekahatan
P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah masam. Tanah ini
memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki kesuburantanah dan
meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi kendala kekahatan P umumnya
menggunakan pupuk P yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk
tersebut mudah larut dalam air sehingga sebagian besar P akan segera difiksasi
oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah dan P menjadi tidak tersedia bagi
tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup tinggi (>40%)
umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan pada tanah-tanah
masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida tinggi (Al2O3 dan
Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.
d.
Pengaturan sistem tanam
Pengaturan
sistem tanam sebenarnya hanya bersifat untuk mencegah keasaman tanah atau
mencegah kemasaman tanah yang lebih parah. Hal ini berkaitan erat dengan
artikel maspary yang berjudul Mengatasi
Tanah Asem- asemen Pada Padi Sawah.
Pemberaan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah, petani memberakan lahan
[Bahasa Jawa: bero] atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang telah
diusahakan beberapa musim. Menurut mereka, tanaman akan tumbuh lebih baik pada
lahan yang sebelumnya diberakan. Bera dengan hanya mengandalkan suksesi alami
memerlukan waktu lebih lama untuk mengembalikan kesuburan tanah. Tumpanggilir.
pengusahaan satu jenis tanaman semusim saja selama tiga tahun berturut-turut
menyebabkan tanah menjadi “kurus” dan “cepat panas”. Menurut pengamatan petani,
jenis tanaman pangan yang banyak menguras zat makanan dalam tanah [Bhs.Jawa :
ngeret lemah] adalah ubikayu, ketela rambat dan kacang tanah. Tumpangsari.
Beberapa petani juga melakukan tumpangsari di lahan mereka. Pada umumnya dasar
keputusan petani untuk memilih sistem tumpangsari adalah karena alasan ekonomi,
bukannya kesadaran untuk mempertahankan kesuburan tanah. Misalnya pendapatan
petani dari hasil tumpangsari jagung dan padi ternyata lebih besar dari hasil
jagung atau padi monokultur. Pencegahan erosi. Pada dasarnya petani menyadari
pentingnya pencegahan erosi di lahan mereka, terutama pada lahan yang curam.
Beberapa usaha yang telah dicoba adalah dengan membuat guludan sejajar kontur
atau menggunakan batang pohon yang ditebang pada saat pembukaan lahan sebagai
teras-teras akan tetapi karena intensitas curah hujan yang tinggi serta
struktur tanah yang kurang mantap menyebabkan guludan tersebut mudah longsor.
Sebagian petani ada yang membuat guludan tegak lurus arah kontur, sehingga air
limpasan bisa mengalir lebih cepat. Cara ini memang bisa mengurangi kerusakan
guludan dan mempercepat pematusan karena tanaman tertentu tidak menyukai tanah
yang terlalu basah, tetapi pengikisan tanah (erosi) tetap terjadi.
e.
Pemberian Mikroorganisme Pengurai
Terdapatnya
bahan organik yang belum terurai juga akan menyumbangkan tingkat keasaman
tanah, pristiwa ini sering maspary lihat pada tanah-tanah sawah yang terlalu
cepat pengerjaannya. Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat
dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan
keseimbangan unsur hara. Selain itu perombakan bahan organik juga akan
menyeimbangkan KTK tanah.
5.
Kajian jurnal
Tanah merupakan medium
pertumbuhan dan sekaligus sumber hara bagi tumbuhan. Di Indonesia, sumber daya lahan sebagai alternatif perluasan lahan pertanian umumnya bersifat
asam. Jenis tanah asam menempati 29,7% dari luas total daratan Indonesia
(sekitar 90 juta Ha), dan luas tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) menempati
urutan teratas. Tanah PMK (taksonomi tanah : Ultisol), secara alami produktivitasnya
rendah, kondisinya kurang mendukung pertumbuhan optimal tanaman. Namun dengan adanya pengelolaan yang
baik, tanah ini dapat menjadi lebih produktif.
Peningkatan produktivitas
tanah tersebut, memerlukan tindakan pengelolaan kearah peningkatan ketersediaan
hara di dalam tanah. Disamping itu juga perlu tindakan untuk peningkatan pH
tanah sehingga kelarutan Al, Mn, dan Fe berkurang dan kandungan Ca, Mg, dan Mo
meningkat. Tidak kalah penting pula adalah tindakan pengelolaan ke arah
terciptanya kondisi tanah yang sehat, yaitu tanah yang bukan hanya ketersediaan
hara yang cukup, tetapi juga keberadaan komponen biotik dari jenis
mikroorganisme yang berperan dalam penyediaan hara.
Dalam usaha meningkatkan
ketersediaan hara dan mengoptimalkan keberadaan mikroorganisme pengikat N
melalui peningkatan pH tanah, dilakukan penelitian pemberian abu bahan organik terhadap peningkatan pH tanah
PMK dan hubungannya dengan mikroorganisme pengikat N.
Bahan yang diperlukan
adalah : tanah PMK, abu hasil pembakaran, biji kacang kedelai, polybag, pupuk
dasar NPK, pestisida. Peralatan yang dipakai adalah : pH meter, timbangan,
magnetic stir, dan oven. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan abu pada enam
taraf dan 5 kali ulangan. Perlakuan: A = 0 g
; B = 20 g ; C =
30 g ;
D = 40 g ; E = 50 g
; dan F = 60 g abu untuk setiap 5
kg tanah. Pengamatan dilakukan terhadap pH awal tanah (sebelum perlakuan) dan pH
tanah setelah perlakuan sebelum tanam.
Tanaman uji yang digunakan
adalah kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Setelah masa tanam 6 - 7 minggu
dilakukan pengamatan terhadap bintil akar (efektivitas dan jumlah) dan
selanjutnya dikeringkan untuk mengukur berat kering bintil akar yang dihasilkan
oleh tanaman. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (Anova).
Hasil pengukuran tehadap
pH tanah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH tanah yang cukup besar
setelah tanah diberi perlakuan dengan penambahan abu. Peningkatan pH berkisar
1,39 – 1,74 poin. Terlihat juga bahwa peningkatan pH sesuai dengan peningkatan
dosis abu yang diberikan, artinya semakin tinggi dosis abu yang diberikan, pH
tanah semakin tinggi, namun peningkatannya untuk setiap penambahan dosis
semakin kecil. Terjadinya peningkatan pH tanah ini dikarenakan kandungan abu
yang berupa garam-garam oksida dan mineral yang menyebabkan berubahnya
konsentrasi ion H di dalam larutan tanah. Pengikatan ion H di dalam larutan
tanah, menyebabkan keasaman tanah berubah ke arah basa sehingga pH tanah
terukur menjadi lebih tinggi.
Pada umumnya
mikroorganisme tumbuh baik pada pH 6 – 8 dan optimal pada pH netral karena
sesuai dengan pH sitoplasma mikroorganisme. Selanjutnya dinyatakan bahwa
pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat pada pH tanah di bawah 4,5 dan tanah
asam lebih kuat menghambat pertumbuhannya dibandingkan dengan tanah basa.
Pengamatan secara visual, terlihat bahwa bintil akar yang dihasilkan adalah
bintil akar yang efektif karena dari sebagian yang diamati dengan membelah
bintil memperlihatkan warna merah muda.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar