Rabu, 27 November 2013

Kemasaman Tanah

TUGAS TERSTRUKTUR
MANAJEMEN KESUBURAN TANAH
DOSEN : DANNY DWI SAPUTRA,SP.,M.Si.











Disusun oleh :
M. Sofianto                             115040201111143
M. Rizki kurniawan                115040201111154
Krisna Bagus Prabowo           115040201111192
Lifatin Nur Ida L                    115040201111220
Karisma Aditya Wardani        115040201111232
Kelas I
                                                                                   



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2013





1.    Kemasaman tanah (pH) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.
2.    Berikut ini adalah sumber-sumber kemasaman tanah:
a.  Presipitasi (Hujan)
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa air dalam keseimbangan dengan CO2 di atmosfer mempunyai pH ~ 5,6.  pH hujan bervariasi dari daerah satu ke daerah lainnya tergantung kepada aktivitas industri di daerah tersebut dan banyaknya polutan yang masuk ke atmosfer.  Pollutan utama di atmosfer adalah gas SO2, NH3 dan NOx termasuk NO (nitrit oksida), NO2 (nitrogen dioksida) dan N2O (nitrous oksida). Sumber gas NOx global termasuk juga pembakaran bahan bakar fosil (40%), pembakaran biomass (22%), pemanasan (15%), aktivitas mikrobia tanah (15%) dan oksidasi kimia dari NH3 (8%).           
Kira-kira 50 % dari emisi gas SO2 global berasal dari anthropogenic, terutama yang berhubungan dengan pembakaran batu bara untuk menghasilkan listrik dan emisi industri yang lain ( seperti pabrik baja dll).  Sisa 50 % dari emisi SO2 disebabkan oleh proses alami termasuk produksi biogenic laut (20%), aktivitas vulkano (10%), emisi dari tanah, tanaman dan hewan (10%), angin yang mengangkut debu (6%), kawasan pantai dan sumber biogenic lahan-lahan basah (2) dan pembakaran biomass (2%).
Emisi gas NH3 juga bervariasi tergantung kepada kondisi daerahnya.  Emisi NH3 disebabkan oleh beberapa hal antara lain produksi peternakan yang menghasilkan kotoran ternak termasuk pupuk kandang yang diaplikasikan ke lahan pertanian (65-75 %), 10 – 15 % dari aplikasi pupuk dan sisanya dari sumber industri.  Besarnya persentase ini terjadi di Amerika utara dan Eropah.  Di Indonesia belum ada data yang pasti penyebab emisi gas NH3.
Gas-gas tersebut di atas akan mengalami reaksi oksidasi dan hidrolisis (bereaksi dengan O2 dan H2O) menghasilkan NH4+ dan H+.  Emisi gas  NH3 tidak menimbulkan kemasaman bila bergabung dengan H2O seperti reaksi di bawah ini :
NH3 + H2O ß à NH4+ + OH-
Ion basa (OH-) yang dihasilkan menetralisir asam-asam yang dihasilkan dari emisi NOx dan SO2.  Namun bila NH4+ masuk ke dalam tanah, mikroorganisme tanah akan mengkonversinya menjadi NO3- yang menghasilkan ion H+ melalui reaksi :
NH4+ + 2 O2 ß àNO3- + H2O + 2 H+
Sedangkan bila SO2 masuk ke atmosfer maka reaksi asam akan dihasilkan :
SO2 + ½ O2 + H2O ß àSO42- + 2H+
  b.  Bahan Organik Tanah
Ketika mikroorganisme tanah mendekomposisi bahan organik tanah, mereka akan melepaskan CO2 yang secara cepat bereaksi dengan H2O menghasilkan H+ dan HCO3-.  Dekomposisi residu organik dan respirasi akar meningkatkan jumlah  CO2 di dalam udara tanah 10 kali lebih besar daripada di CO2  atmosfer .  Selain itu mikroorganisme juga menghasilkan asam-asam organik melalui reaksi
C-organik àR-COOH àR-COO- +H+       
Jenis residu yang ditambahkan  mempengaruhi jumlah asam yang dihasilkan.  Sebagai contoh residu dari hutan pinus menghasilkan lebih banyak asam di dalam tanah di bawah hutan yang selalu berganti daun setiap tahunnya atau padang rumput.  Bahan organik tanah juga mengandung gugus karboksilat dan fenol yang bersifat sedikit asam karena melepaskan H+.  Kandungan bahan organik tanah bervariasi dengan lingkungan, vegetasi dan jenis tanah.  Sehingga kontribusinya terhadap kemasaman tanah juga bervariasi.  Pada tanah gambut dan tanah mineral yang mengandung banyak bahan organik, asam-asam organik yang dilepaskan sangat memberikan kontribusi terhadap kemasaman tanah.

3.    Dampak kemasaman tanah (sifat kimia, aktifitas biologi, ketersediaan unsur hara, reaksi terhadap pestisida)    
a.       Dampak kemasaman tanah terhadap sifat kimia tanah
Pada tanah asam (pH rendah), tanah didominasi oleh ion Al, Fe, dan Mn. Ion-ion ini akan mengikat unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, terutama unsur P (fosfor), K ( kalium), S (sulfur), Mg (magnesium) dan Mo (molibdenum) sehingga tanaman tidak dapat menyerap makanan dengan baik meskipun kandungan unsur hara dalam tanahnya banyak. Pada kondisi ini, derajat keasaman tanah bernilai <7. Selain ion-ion Al, Fe, dan Mn mengikat unsur hara, ion-ion tersebut juga meracuni tanaman. Pada tanah asam, kandungan unsur mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu) dan kobalt (Co) juga tinggi sehingga meracuni tanaman. pH netral bernilai 7, pada kondisi ini kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air sehingga tanaman dapat dengan mudah menyerap unsur hara. Pada tanah basa dengan nilai derajat keasaman (pH) >7 unsur P (fosfor) akan banyak terikat oleh Ca (kalsium), sementara unsur mikro molibdenum (Mo) berada dalam jumlah banyak. Unsur Mo pada tanah basa menyebabkan tanaman keracunan.
Pada tanah-tanah  yang “terlalu” MASAM, banyak ditemukan ion-ion Al (Almunium) didalam tanah,yang selain sebagai pengikat P juga bisa menjadi RACUN bagi tanaman. Selain itu pada tanah-tanah masam juga menunjukkan kandungan SULFAT yang tinggi,yang juga merupakan RACUN bagi tanaman



b.      Dampak kemasaman tanah terhadap aktifitas biologi tanah
Pada kondisi pH  masam ini sangat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Pada ph 5.5 atau lebih, bakteri berkembang dengan baik. Sedangkan pada pH kurang dari 5.5, perkembangan bakteri terhambat.  Sedangkan cendawan / jamur berkembang baik pada segala tingkat keaasaman tanah,namun pada ph lebih dari 5.5, cendawan/jamur harus  “bersaing” dengan bakteri.  Sebagai contoh, Bakteri pengikat nitrogen, berkembang dengan baik pada ph lebih dari 5.5.
Keasaman tanah (pH) yang rendah  adalah “wilayah kekuasaan” penyakit tular tanah yang diakibatkan oleh cendawan/jamur ,oleh karena itu langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah dengan mengkondisikan agar pH naik  sehingga  tidak cocok untuk  wilayah hidupnya.

c.       Dampak kemasaman tanah terhadap ketersediaan unsur hara
*      Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
*      Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana tanaman dimana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai.
*      Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.
*      Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.
*      Kemasaman tanah dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Karena kemasaman tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman. Umumnya unsur hara yang diserap oleh akar pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air.
*      Derajat keasaman atau pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah masam. Banyak ditemukan unsur aluminiun yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah masam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro, seperti Fe, Zn, Mn, Cu dalam jumlah yang terlalu besar. Akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman. Pada tanah alkali, ditemukan juga unsur yang dapat meracuni tanaman, yaitu natrium (Na) dan molibdenum (Mo).

d.      Dampak kemasaman tanah terhadap reaksi pestisida
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Herbisida, pestisida, fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.
Di bidang pertanian pengukuran pH tanah juga digunakan untuk memonitor pengaruh praktek pengolahan pertanian terhadap efisiensi penggunaan N dan hubungannya dengan dampak lingkungan.

4.    Tindakan Untuk Mengatasi Kemasaman Tanah
a. Pengapuran untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunan Al
Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan Al. Dosis kapur disesuaikan dengan pH tanah, umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara 1-5t/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus mensuplai Ca dan Mg.
b. Pemberian Bahan Organik
Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci. Penyediaan bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping). Selain pangkasan tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini juga dapat mengendalikan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman Flemingia sp. dapat meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation serta menurunkankejenuhan Al. Petani menyadari bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut mereka, pengaruh pupuk organik dalam memperbaiki kesuburan tanah kurang spontan akan tetapi pengaruhnya lebih tahan lama. Sedangkan pupuk buatan pengaruhnya spontan akan tetapi hanya tahan beberapa minggu atau bulan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk hijau, kotoran ternak, bagas, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman bahwa pengusahaan tanaman semusim yang sebagian besar biomasanya tidak dikembalikan, lebih cepat menguras zat makanan yang ada di tanah, mereka mulai belajar mengembalikan sisa-sisa panen ke lahan.
c. Pemberian Pupuk Phospat
Kekahatan P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah masam. Tanah ini memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki kesuburantanah dan meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi kendala kekahatan P umumnya menggunakan pupuk P yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk tersebut mudah larut dalam air sehingga sebagian besar P akan segera difiksasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah dan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup tinggi (>40%) umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan pada tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.
d. Pengaturan sistem tanam
Pengaturan sistem tanam sebenarnya hanya bersifat untuk mencegah keasaman tanah atau mencegah kemasaman tanah yang lebih parah. Hal ini berkaitan erat dengan artikel maspary yang berjudul  Mengatasi Tanah Asem- asemen Pada Padi Sawah.  Pemberaan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah, petani memberakan lahan [Bahasa Jawa: bero] atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang telah diusahakan beberapa musim. Menurut mereka, tanaman akan tumbuh lebih baik pada lahan yang sebelumnya diberakan. Bera dengan hanya mengandalkan suksesi alami memerlukan waktu lebih lama untuk mengembalikan kesuburan tanah. Tumpanggilir. pengusahaan satu jenis tanaman semusim saja selama tiga tahun berturut-turut menyebabkan tanah menjadi “kurus” dan “cepat panas”. Menurut pengamatan petani, jenis tanaman pangan yang banyak menguras zat makanan dalam tanah [Bhs.Jawa : ngeret lemah] adalah ubikayu, ketela rambat dan kacang tanah. Tumpangsari. Beberapa petani juga melakukan tumpangsari di lahan mereka. Pada umumnya dasar keputusan petani untuk memilih sistem tumpangsari adalah karena alasan ekonomi, bukannya kesadaran untuk mempertahankan kesuburan tanah. Misalnya pendapatan petani dari hasil tumpangsari jagung dan padi ternyata lebih besar dari hasil jagung atau padi monokultur. Pencegahan erosi. Pada dasarnya petani menyadari pentingnya pencegahan erosi di lahan mereka, terutama pada lahan yang curam. Beberapa usaha yang telah dicoba adalah dengan membuat guludan sejajar kontur atau menggunakan batang pohon yang ditebang pada saat pembukaan lahan sebagai teras-teras akan tetapi karena intensitas curah hujan yang tinggi serta struktur tanah yang kurang mantap menyebabkan guludan tersebut mudah longsor. Sebagian petani ada yang membuat guludan tegak lurus arah kontur, sehingga air limpasan bisa mengalir lebih cepat. Cara ini memang bisa mengurangi kerusakan guludan dan mempercepat pematusan karena tanaman tertentu tidak menyukai tanah yang terlalu basah, tetapi pengikisan tanah (erosi) tetap terjadi.
e. Pemberian Mikroorganisme Pengurai
Terdapatnya bahan organik yang belum terurai juga akan menyumbangkan tingkat keasaman tanah, pristiwa ini sering maspary lihat pada tanah-tanah sawah yang terlalu cepat pengerjaannya. Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan keseimbangan unsur hara. Selain itu perombakan bahan organik juga akan menyeimbangkan KTK tanah.
5.    Kajian jurnal
Tanah merupakan medium pertumbuhan dan sekaligus sumber hara bagi tumbuhan. Di Indonesia, sumber daya lahan sebagai alternatif  perluasan lahan pertanian umumnya bersifat asam. Jenis tanah asam menempati 29,7% dari luas total daratan Indonesia (sekitar 90 juta Ha), dan luas tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) menempati urutan teratas. Tanah PMK (taksonomi tanah : Ultisol), secara alami produktivitasnya rendah, kondisinya kurang mendukung pertumbuhan optimal  tanaman. Namun dengan adanya pengelolaan yang baik, tanah ini dapat menjadi lebih produktif.
Peningkatan produktivitas tanah tersebut, memerlukan tindakan pengelolaan kearah peningkatan ketersediaan hara di dalam tanah. Disamping itu juga perlu tindakan untuk peningkatan pH tanah sehingga kelarutan Al, Mn, dan Fe berkurang dan kandungan Ca, Mg, dan Mo meningkat. Tidak kalah penting pula adalah tindakan pengelolaan ke arah terciptanya kondisi tanah yang sehat, yaitu tanah yang bukan hanya ketersediaan hara yang cukup, tetapi juga keberadaan komponen biotik dari jenis mikroorganisme yang berperan dalam penyediaan hara.
Dalam usaha meningkatkan ketersediaan hara dan mengoptimalkan keberadaan mikroorganisme pengikat N melalui peningkatan pH tanah, dilakukan penelitian pemberian abu  bahan organik terhadap peningkatan pH tanah PMK dan hubungannya dengan mikroorganisme pengikat N.
Bahan yang diperlukan adalah : tanah PMK, abu hasil pembakaran, biji kacang kedelai, polybag, pupuk dasar NPK, pestisida. Peralatan yang dipakai adalah : pH meter, timbangan, magnetic stir, dan oven. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan abu  pada enam taraf dan 5 kali ulangan. Perlakuan: A = 0 g  ;   B = 20 g  ;   C = 30 g  ;   D = 40 g  ;   E = 50 g  ;  dan F = 60 g abu untuk setiap 5 kg tanah. Pengamatan dilakukan terhadap pH awal tanah (sebelum perlakuan) dan pH tanah setelah perlakuan sebelum tanam.
Tanaman uji yang digunakan adalah kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Setelah masa tanam 6 - 7 minggu dilakukan pengamatan terhadap bintil akar (efektivitas dan jumlah) dan selanjutnya dikeringkan untuk mengukur berat kering bintil akar yang dihasilkan oleh tanaman. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (Anova).

Hasil pengukuran tehadap pH tanah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH tanah yang cukup besar setelah tanah diberi perlakuan dengan penambahan abu. Peningkatan pH berkisar 1,39 – 1,74 poin. Terlihat juga bahwa peningkatan pH sesuai dengan peningkatan dosis abu yang diberikan, artinya semakin tinggi dosis abu yang diberikan, pH tanah semakin tinggi, namun peningkatannya untuk setiap penambahan dosis semakin kecil. Terjadinya peningkatan pH tanah ini dikarenakan kandungan abu yang berupa garam-garam oksida dan mineral yang menyebabkan berubahnya konsentrasi ion H di dalam larutan tanah. Pengikatan ion H di dalam larutan tanah, menyebabkan keasaman tanah berubah ke arah basa sehingga pH tanah terukur menjadi lebih tinggi.
Pada umumnya mikroorganisme tumbuh baik pada pH 6 – 8 dan optimal pada pH netral karena sesuai dengan pH sitoplasma mikroorganisme. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat pada pH tanah di bawah 4,5 dan tanah asam lebih kuat menghambat pertumbuhannya dibandingkan dengan tanah basa. Pengamatan secara visual, terlihat bahwa bintil akar yang dihasilkan adalah bintil akar yang efektif karena dari sebagian yang diamati dengan membelah bintil  memperlihatkan warna merah muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar